NAMA
KELOMPOK : ALDIANSYAH ASHARI
BRIHAN SETIAWAN
MUKHAMMAD FADKHAN (24210854)
RANDY ATMANA
KELAS : 4EB23
PERTAHANAN
POLITIK DAN MULTI STAKEHOLDER GOVERNANCE
Dalam ekonomi makro,
resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika
pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam
satu tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas
ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi
sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga (deflasi), atau, kebalikannya,
meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal
sebagai stagflasi. Resesi ekonomi yang berlangsung lama disebut depresi
ekonomi. Penurunan drastis tingkat ekonomi (biasanya akibat depresi parah, atau
akibat hiperinflasi) disebut kebangkrutan ekonomi (economy collapse). Kolumnis
Sidney J. Harris membedakan istilah-istilah atas dengan cara ini: “sebuah
resesi adalah ketika tetanggamu kehilangan pekerjaan; depresi adalah ketika
kamu yang kehilangan pekerjaan.”
Peristiwa Great Depression
adalah jatuhnya pasar saham. Antara bulan September 1929 dan Juni 1932, pasar
saham jatuh sebesar 85 persen, yang berarti saham-saham seharga $1.000 di masa
puncak pasar saham tinggal seharga $150 di masa sulit pasar di tahun 1932.
Depresi dan jatuhnya pasar saham banyak dianggap sebagai hal yang sama.
Kenyataannya, perekonomian mulai menurun pada bulan Agustus 1929, sebelum pasar
saham runtuh, dan terus turun hingga 1933. Antara tahun 1929 dan tahun 1932,
PNB jatuh hingga hampir 30 persen dan tingkat pengangguran naik dari 3 ke 25
persen. Hingga awal 1931, perekonomian menderita akibat adanya depresi yang
amat parah, tetapi itu bukanlah satu-satunya pengalaman yang terjadi pada abad
yang lalu. Pada periode sejak awal 1931 hingga Franklin Roosevelt menjadi
presiden di bulan Maret 1933 depresi tersebut menjadi “Great”. Hal yang utama,
Great Depression diingat karena dampak pengangguran massalnya. Selama 10 tahun,
dari 1931 hingga 1940, tingkat pengangguran rata-rata 18,8 persen, bergerak
antara 14,3 persen di tahun 1937 dan 24,9 persen di tahun 1933. Sebaliknya,
tertinggi pada masa pasca Perang Dunia II, terjadi pada tahun 1982, hanya di
bawah 11 persen. Investasi kolaps saat Great Depression; sesungguhnya,
investasi neto negatif dari tahun 1931 hingga 1935. Indeks harga konsumen turun
hampir 25 persen dari tahun 1929 hingga 1933.
Mungkin inilah krisis
keuangan (crash) terburuk dalam sejarah Amerika Serikat. Crash ini telah memicu
terjadinya depresi yang berkepanjangan. Pecahnya bubble yang menandai berakhirnya
masa kemakmuran era 1920-an memberikan konsekuensi yang sangat berat bagi
rakyat AS. Crash ini tidak hanya membawa korban dari kalangan investor di bursa
saham semata, namun masyarakat AS pada umumnya turut menjadi korban. Saat
depresi dimulai, sedikitnya jumlah pekerjaan yang tersedia serta sedikitnya
jumlah uang yang dimiliki menjadi permasalahan yang menyebar ke seluruh pelosok
negeri. Ribuan keluarga kehilangan rumahnya dan bergantung pada kebaikan hati
sanak keluarga mereka yang lain. Perubahan sosial yang terjadi sangat besar dan
berlangsung sangat lama. Salah satu dampak sosial dari krisis tersebut adalah
perubahan struktur peranan masing-masing anggota keluarga. Pandangan
tradisional bahwa hanya laki-laki yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga menjadi berubah karena sangat sulit untuk mencari lapangan perkerjaan.
Istri dan anak-anak pun terpaksa bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Perubahan peran ini menyebabkan kerusakan keluarga sehingga mereka menjadi
bingung dan frustasi. Banyak sekali pasangan suami-istri yang bercerai.
Anak-anak dititipkan ke sanak famili sedangkan ayah dan ibunya bekerja mencari
nafkah.
Aspek
Internasional
Great Depression secara virtual terjadi di seluruh
dunia. Dilihat lebih luas, ini merupakan akibat dari kolapsnya sistem keuangan
internasional. Hal itu juga disebabkan dari adopsi mutual oleh banyak negara (
termasuk Amerika Serikat ) mengenai kebijakan tarif tinggi, yang dimaksudkan
untuk menolak barang luar negeri agar dapat melindungi produsen domestik.
Kebijakan itu dikenal sebagai strategi
”beggar-thy-neighbor” karena berusaha “mengekspor” pengangguran dengan
meningkatkan posisi dagang satu negara sehingga permintaan atas
barang-barangnya menjadi beban mitra daganganya. Dan, tentu jika setiap negara
menghalangi barang asing masuk, volume perdagangan menurun, memberikan pengaruh
kontraksioner pada perekonomian dunia. merekam penurunan produksi dunia dan
dalam perdagangan internasional.
Hampir semua negara menderita depresi yang dalam
ditahun 1930-an, namun beberapa negara berada dalam kondisi lebih baik dari
Amerika Serikat. Swedia memulai kebijakan ekspansioner di awal tahun 1930-an
dan mengurangi tingkat penganggurannya dengan cepat pada pertengahan kedua
dekade itu. Perekonomian Inggris menderita tingkat pengangguran yang tinggi di
tahun 1920-an dan 1930-an. Di tahun 1931, Inggris meninggalkan standar emas
dilanjutkan dengan mendevaluasi poundsterling dan melakukan beberapa
improvisasi. Jerman tumbuh dengan cepat setelah Hitler berkuasa dan meningkatkan
belanja pemerintah. Cina lolos dari depresi hingga setelah tahun 1931 secara
esensial karena memiliki sistem nilai tukar mengambang.
Di tahun 1939, PNB riil di Amerika Serikat naik
melebihi tingkat tahun 1929 untuk pertama kalinya dalam dekade tersebut. Tetapi
berhenti pada tahun 1942, setelah Amerika Serikat secara formal terlibat dalam
Perang Dunia II, dimana tingkat pengangguaran akhirnya turun dibawah 5 persen.
Dampak
pada Perekonomian Secara Keseluruhan
Krisis keuangan global terus menjadi pukulan hebat
bagi kebanyakan perusahaan. Kemerosotan ekonomi awal, yang terburuk sejak
Depresi Besar, telah mempengaruhi hampir semua sektor ekonomi. Berdasarkan
hasil survei, timbul pertanyaan bahwa, "sesiap apakah atau bagaimanakah
kesiapan perusahaan anda dalam menghadapi perubahan di lingkungan ekonomi
global mulai 18 bulan yang lalu? hanya satu responden menunjukkan
"Benar-benar siap." Hanya 22 persen dari responden menyatakan bahwa
organisasi mereka setidaknya agak siap untuk penurunan. Sebaliknya 32 persen
responden menunjukkan bahwa organisasi-organisasi mereka secara substansial
atau sama sekali tidak siap. Seluruh responden, paling tidak perubahan yang
diharapkan adalah kecepatan, tingkat keparahan dan durasi penurunan.
Responden survei kami bertanya apa yang akan mereka
lakukan secara berbeda dalam krisis masa depan didasarkan pada pengalaman
organisasi mereka selama paling baru siklus perencanaan strategis. Daerah yang
paling sering dikutip perbaikan meliputi Memperkuat pemikiran strategis tempat lebih
menekankan pada skenario perencanaan, analisis tren dan klien / pasar
mendengarkan. Institut siklus perencanaan strategis: membuat proses lebih
teratur dan penting dalam organisasi. Membuat sambungan ke sumber daya yang
lebih kuat alokasi: memastikan bahwa rencana strategis mengalokasikan sumber
daya dan menyambung ke anggaran. Meningkatkan keterlibatan kepemimpinan yang
lebih visibilitas dan keterlibatan langsung dalam proses perencanaan strategis
oleh para pemimpin senior. Kesempatan untuk perbaikan mereka menyebutkan
konsisten dengan temuan kami yang lebih umum. penurunan menyarankan bahwa
organisasi akan mendapat manfaat dari alat-alat yang dapat membantu organisasi
untuk membaca sinyal lingkungan tentang tren masa depan. Selain itu,
perencanaan yang menghubungkan langsung ke sumber daya dan tolok ukur kinerja,
dan memiliki kepemimpinan yang lebih langsung terlibat dalam proses diterima
dengan baik cara-cara untuk mendorong sebuah organisasi pelukan perencanaan
strategis.
Kebijakan
Pasca Great Deperession
Kejatuhan persediaan uang merupakan sebagian akibat
dari kegagalan bank-bank berskala besar. Bank mengalami kegagalan karena mereka
tidak dapat memiliki cadangan yang cukup guna memenuhi penarikan tunai
nasabahnya., dan dalam kesulitan itu mereka memakan depositnya sehingga
mengurangi persediaan uang. Tetapi kegagalan menjadi lebih parah dari kurangnya
persediaan uang, karena mereka menjadi kehilangan kepercayaan dari sebagian
depositor dan meningkatkan rasio mata uang-deposito yang dibutuhkan. Lebih jauh
lagi, bank yang belum mengalami kegagalan bersiap-siap dari kemungkinan
terjadinya bank run dengan meningkatkan cadangan relatif terhadap depositnya.
Kenaikan rasio mata uang-deposit dan rasio cadangan-deposit
mengurangi pengganda uang (money multiplier) sehingga dengan cepat jumlah uang
beredar mengalami kontraksi.
The Fred mengambil langkah untuk menangani kejatuhan
jumlah uang beredar. Selama beberapa bulan di tahun 1923 the Fred menjalankan
program pembelian pasar terbuka, tetapi disisi lain The Fed setuju menutup
bank-bank dan tentu gagal bertindak dengan semangat mencegah kolapsnya sistem
keuangan. Kebijakan fiskal juga lemah. Keinginan para politikus untuk
menyeimbangkan anggaran cukup menyulitkan, dan kandidat-kandidat presiden
mengkampanyekan adanya program anggaran berimbang. Keyakinan menyeimbangkan
anggaran lebih dari sekedar retorika, apapun, karena pemerintah negara bagian
dan daerah meningkatkan pajak untuk menutupi pengeluaran mereka, seperti yang
dilakukan oleh pemerintah federal, khususnya di tahun 1932 dan 1933. Presiden
Roosevelt mencoba dengan serius menyeimbangkan anggaran bukan Keynesian.
Surplus full employment menunjukkan kebijakan fiskal (gabungan pemerintah
negara bagian, daerah, dan federal) paling ekspansioner di tahun 1931 dan
bergerak ke tingkat kontraksioner dari tahun 1932 hingga 1934. Faktanya,
surplus full employment enjadi positif di tahun 1933 dan 1934, meskipun terjadi
defisit aktual. Tentu, konsep surplus full employment belum diperkenalkan di
tahun 1930-an. Aktivitas ekonomi mengalami pemulihan pada periode dari 1933
hingga 1937, dengan kebijakan fiskal yang menjadi lebih ekspansioner dan
persediaan uang tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan persediaan uang berdasarkan pada
arus masuk emas dari Eropa. Hal ini menyebabkan tersedianya uang berdaya tinggi
(high-powered money) untuk sistem moneter. Dan di tahun 1930-an itu the Fed
memiliki cadangan emas paling besar.
Pengaruh Langsung terhadap Perekonomian
Indonesia
Krisis moneter di Amerika Serikat kali ini
menumbulkan dampak luar biasa secara global. Hal ini bisa dilihat dari
kepanikan investor dunia dalam usaha mereka menyelamatkan uang mereka di pasar
saham. Mereka ramai-ramai menjual saham sehingga bursa saham terjun bebas.
Sejak awal 2008, bursa saham China anjlok 57%, India 52%, Indonesia 41%
(sebelum kegiatannya dihentikan untuk sementara), dan zona Eropa 37%. Sementara
pasar surat utang terpuruk, mata uang negara berkembang melemah dan harga
komoditas anjlok, apalagi setelah para spekulator komoditas minyak menilai
bahwa resesi ekonomi akan mengurangi konsumsi energi dunia.
Dampak pertama adalah bahwa bank tidak percaya pada
bank lain yang minta kredit kepadanya melalui pembelian surat berharganya. Ini
berarti bahwa bank-bank yang tadinya memperoleh likuiditas dari sesama bank
menjadi kekeringan likuiditas, sedangkan bank-bank yang termasuk kategori
investment bank atau hedge fund tidak mendapatkan uangnya dari penabung
individual, tetapi dari bank-bank komersial atau sesama investment bank atau
sesama hedge funds. Jadi dampak pertama adalah kekeringan likuiditas.
Dampak kedua adalah bahwa bank yang menagih
piutangnya yang sudah jatuh tempo tidak memperoleh haknya, karena bank yang
diutanginya tidak mampu membayarnya tepat waktu, karena pengutang utamanya,
yaitu individu yang membeli rumah-rumah di atas batas kemampuannya memang tidak
mampu memenuhi kewajibannya. Lembaga-lembaga keuangan di Amerika Serikat dengan
sadar memberikan kredit rumah kepada orang yang tidak mampu. Itulah sebabnya
namanya subprime mortgage. Sub artinya di bawah. Prime artinya prima atau
bonafid. Jadi dengan sadar memang memberikan kredit rumah kepada orang-orang
yang tidak bonafid atau tidak layak memperoleh kredit. Bahwa kepada mereka toh
diberikan, bahkan berlebihan, karena adanya praktek yang disebut sliced and
diced tadi. Dampak kedua ini, yaitu bank-bank gagal bayar kepada sesama bank
mengakibatkan terjadinya rush oleh bank-bank pemberi kredit, antara lain kepada
Lehman Brothers. Maka Lehman musnah dalam waktu 24 jam.
KESIMPULAN
Great Depression yang terjadi pada tahun 1929 yang
berdampak terhadap perekonomian di seluruh dunia, menjadi satu bukti bahwa
sistem kapitalis yang selama ini menjadi lokomotif pergerakan eknomi dunia,
sudah dinilai gagal dalam menicptakan tatanan ekonomi dunia baru yang lebih
adil, seimbang dan mampu memberikan kesejahteraan bagi penduduk bumi. Dan
menurut sistem ekonomi islam untuk menuju sistem ekonomi dan keuangan yang kuat
adalah dengan segera membangun system ekonomi dan keuangan Islam yang
terintegrasi. Baik perbankan, pasar modal dan institusi keuangan syariah
lainnya, dan perdagangan barang dan jasa. Kita membutuhkan penguatan pendanaan
dan peran Islamic Development Bank (IDB), sebagai World Bank-nya dunia Islam. Selain
itu kita juga membutuhkan Dana Moneter Islam Internasional (semacam IMF), yang
skema pembiayaanya bebas bunga. Dengan demikian integrasi sistem perekonomian
akan semakin kokoh.