Rabu, 30 April 2014

LETTER OF CREDIT & CONTOH KASUS


NAMA           : MUKHAMMAD FADKHAN
KELAS          : 4EB23
NPM               : 24210854
MATERI       : CONTOH KASUS LETTER OF CREDIT


LETTER OF CREDIT (L/C)
Sumber Hukum Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-500 (U.C.P.D.C.-500) 1993 Revision
Cara Pembayaran Ekspor-Impor yang paling aman adalah menggunakan Letter of Credit (L/C).
L/C di sini dimaksudkan menjembatani perdagangan internasional atau antar negara dimana pembeli dan penjual belum saling mengenal baik, maka dengan media L/C resiko non payment dapat dialihkan ke bank yang terkait dalam proses L/C (Issuing bank, negotiating bank, conferming bank).
L/C yang merupakan singkatan dari Letter of Credit, kadang disebut juga sebagai Credit  khususnya dalam Uniform Customs and Practice  (UCP). Disamping itu Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya dipakai dalam konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank hanya bertanggung jawab sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas komoditi yang dikapalkan apakah sesuai degan yang tersurat dalam dokumen. Singkat kata petugas bank tidak berurusa dengan barang yang dikapalkan.
L/C merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada pihak Eksportir sepanjang mampu menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Bagi para nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk penerbitan berbagai jenis L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka), Red Clause L/C (pembayaran di muka), hingga Standby L/C. Penerbitan L/C dapat dilayani dalam 22 mata uang asing ke berbagai penjuru dunia di mana Anda bermitra bisnis.
Suatu instrumen (dapat berupa telex, swift, surat) yang dikeluarkan oleh bank (bank penerbit L/C) atas permintaan nasabahnya (importir/ buyer/applicant) yang memberikan kuasa kepada penjual (eksportir/ seller/beneficiary) untuk menarik dengan sehelai wesel/draft sejumlah uang jika telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam instrumen tersebut.


Manfaat bagi nasabah :
·         Nasabah (eksportir) mendapat jaminan pembayaran atas barang yang mereka ekspor, sedangkan bagi nasabah (importir) mendapat jaminan penerimaan barang yang mereka impor.
·         Karyawan mempunyai alternatif lain dalam memanfaatkan dana yang dimiliki.
·         Menghindari korespondensi yang berkali-kali.

Persyaratan yang harus dipenuhi :
L/C IMPOR
·         Copy API (Angka Pengenal Importir).
·         SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan.
·         Copy KTP pejabat perusahaan.
·         Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen impor.
·         Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pembukaan L/C.
·         Mengisi dan menandatangani formulir Penggunaan Fasilitas L/C Sight/Usance.
·         Membuka rekening di Bank (untuk memudahkan pemotongan biaya-biaya yang timbul dalam proses L/C Impor).

SKBDN ( Surat Berdokumen Dalam Negeri)
·         SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan.
·         Copy KTP pejabat perusahaan.
·         Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen SKBDN.
·         Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pembukaan SKBDN.
·         Membuka rekening di Bank.

LC EKSPOR
·         SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan.
·         Copy KTP pejabat perusahaan.
·         Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen ekspor.
·         Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pengoperan Wesel Ekspor.
·         Menyerahkan L/C asli untuk negosiasi (jika L/C tidak melalui Bank Pelaksana Negosasi).
·         Membuka rekening di Bank

Jenis- Jenis L/C
Bermacam-macam L/C yang diketemukan dalam dunia per L/C-an dimulai dari L/C yang dibatasi negosiasinya (restricted) sampai pada yang bebas negosiasinya (Freely Negotiable). Namun ada tiga jenis L/C yang paling lazim dijumpai dalam praktek yaitu dilihat dari saat pembayarannya :
1.      Sight L/C
adalah L/C yang bilamana semua persyaratan dipenuhi, maka bank negosiasi paling lama dalam 7 hari kerja wajib melunasi/membayar nominal L/C kepada eksportir.

Dengan demikian, Sight L/C  (L/C unjuk) bisa dikategorikan sebagai L/C yang tunai, pada saat diperlihatkan semua dokumen pengapalan (shipping Documents) yang lengkap tanpa penyimpangan (Disccrepancies) pada saat itulah pembayaran akan dilakukan oleh bank kepada eksportir. Oleh karena itu digolongkan sebagai L/C yang aman (Safety L/C).

2.      Usance L/C
Berbeda dengan Sight L/C, maka Usance LC  dimaksudkan bahwa pembayaran baru bisa dilunasi jika L/C tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal pengapalan / tanggal Bill of Lading, dengan demikian berarti eksportir memberi kredit kepada importir dimana barang dikirim terlebih dahulu, kemudian pembayaran dilakukan. Usance L/C dapat dilakukan kalau eksportir sudah percaya dengan importir.

3.      Red Clause L/C
Jika Usance L/C dibayarkan kemudian hari oleh importir setelah barang-barang pesanan tiba, sebaliknya Red Clause L/C adalah terbalik dibanding dengan Usance L/C, yaitu pembayaran dilakukan oleh bank negosiasi kepada ekspotir sebelum barang dikapalkan. Dengan demikian importir memberi kredit kepada eksportir. Terlihat adanya Pre-Financing bagi eksportir.

4.      Revolving L/C.
Bila L/C dengan jumlah US$ 200 sebagai nominal L/C pada saat di buka, namun shipment bisa dilakuikan sampai liam kali, maka dalam realisasinya, nominal L/C bertambah menjadi US$ 1,000. Ini diartikan sebagai revolving L/C. Hal ini untuk menghindari biaya pembukuan L/C yang tinggi.
Sudah barang tentu dengan revolving L/C pengapalan sebagian (partial shipment) akan diperbolehkan.
5.   Transferable L/C.
Andaikata pada saat L/C ingin direalisasi, ternyata adanya kesulitan teknis atau kurangnya kapasitas pruduksi, maka L/C tersebut terbuka kemungkinan dialihkan/ditransfer kepada pihak lain / beneficiary ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah beneficiery ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah beneficiary ke 2.

6.      Standby L/C
Standby L/C adalah jenis L/C yang berlainan dengan L/C yang berlaku di dunia ekspor impor, karena L/C ini tidak menyangkut pembayaran ekspor impor, teapi hanya berfungsi sebagai jaminan bank/Bank Guarantee, yaitu untuk meng-backup bilamana terjadi wan-prestasi dari benficiary atau pihak yang hutang baik untuk pemborong atau pihak yang berhutang baik untuk penyelesaian bangunan gedung maupun utang lainnya.

7.      Confirmed L/C
Adalah L/C yang pembayarannya dijamin oleh dua bank, yakni bank pembuat L/C dan bank penyampai L/C atau bank negosiasi, artinya L/C ekspor yang diterima oleh bank penyampai L/C tersebut di-backup / diconfirm kembali / dijamin kembali pembayarannya oleh bank penerima L/C, dengan demikian apabila terjadi kepailitan atau kerugian atas bank pembuka L/C, maka bank penyampai itulah yang akan menyelesaikan pembayaran L/C-nya semua persyaratan L/C dipenuhi.

8.      Back to Back L/C
Sebenarnya L/C jenis ini adalah L/C yang dibuka berdasarkan L/C yang pertama (master L/C) yang nilai satuan barang dagangannya lebih tinggi yang diterima oleh Trader/perantara. Maka berdasarkan L/C tersebut dibukalah L/C yang baru atau L/C yang kedua, yang sering disebut dengan Back to Back L/C. Ciri khas dari L/C ini dapat dipantau dari pelabuhan tujuan/negara tujuannya. Bila L/C dibuka dari Singapura, pelabuhan tujuannya di Colombo.
Hal ini memberi indikasi bahwa barang tersebut bukanlah untuk kepentingan trader/pembuka L/C di Singapura, akan tetapi untuk pembeli yang sebenarnya yang berada di luar Singapura, sehingga dipakai Switch Bill of Lading untuk menghilangkan jejak eksportir di Indonesia.

9.      Irrevocable L/C
Dilihat dari kemungkinan dibatalkannya L/C oleh pihak pembuka L/C dan bank pembuka, maka kita mengenal Irevocable L/C dan Revocable L/C. Yaitu L/C yang tidak dapat dibatalkan dab L/C yang dapat dibatalkan sepihak. UCP 500 menetapkan bila tidak dicantumkan kepastiannya, akan dianggap sebagai Irrevocable


CONTOH KASUS LETTER OF CREDIT
1.      PT Citra Senantiasa Abadi
PT Citra Senantiasa Abadi atau PT CSA, bergerak dalam bidang usaha industri polypropylene. Teguh Boentoro dan Anhar Satyawan tercatat sebagai pemilik saham, masing-masing 99% dan 1%. Sedangkan pengurus PT CSA, Anhar Satyawan sebagai Direktur dan Teguh Boentoro, Komisaris. Teguh Boentoro, juga berprofesi sebagai Konsultan Pajak pada PB & Co. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia diketahui PT CSA memperoleh perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Bank Century. Seperti modus PT SPI, L/C untuk PT CSA ini dikeluarkan berdasarkan instruksi Robert Tantular (Pemegang Saham Bank Century), dan Hermanus Hasan Muslim (Dirut Bank Century). Semuanya didasarkan pada keterangan dari Pimpinan Kantor Pusat Operasional (KPO) Senayan yaitu Linda Wangsadinata. Fasilitas Letter of Credit (L/C) No. 0525LC08B yang diberikan kepada PT CSA sebesar US$20 juta. Jaminannya, atau margin deposit berupa deposito senilai US$2 juta (atau 10% dari plafon L/C). Fasilitas L/C tersebut digunakan untuk transaksi impor naphta dari Bunge,S.A, Singapore (Beneficiary) sesuai kontrak (Sales Contract) No. BSA SG S08-5908-1190. Bank penjaminnya (Negotiating Bank) Dresdner Bank Switzerland , Singapore , dan bank koresponden, Dresdner Bank Switzerland , Jakarta .

Solusi Perusahaan
transaksi L/C tidak seharusnya ada yang mendapatkan perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Bank century. Dan tidak semestinya ada campur tangan dari pemegang saham bank century tersebut. Seharusnya ada prosedur komprehensif Khususnya, menyangkut kemampuan atau kondisi keuangan perusahaan yang dijalankan oleh bank yang bersangkutan sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit Bank. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), juga mencatat adanya pelanggaran PT CSA terhadap Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit yang dikeluarkan Bank Century No.20/SK-DIR/Century/IV/2005 tanggal 21 April 2005. Pelanggaran itu, terkait dengan tidak dibuatnya LRKU dan tidak ada perjanjian kredit beserta pengikatan lainnya yang diperlukan.

2.      Kasus Perusahaan PT. El Nusa di Bank Mega
Akhir-akhir ini perbankan nasional kita lagi diterpa berbagai ujian yang mencoreng integritasnya yang jika tidak diantisipasi cepat akan berakibat pada hilangnya rasa kenyamanan dan keamanan para pemilik modal. Berita terakhir yang cukup mempengaruhi citra industry perbankan nasional adalah kasus pembobolan deposito

PT. El Nusa di Bank Mega akibat kejahatan perbankan ini,El Nus diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp. 111 miliar. Kasus sebelumnya yang tidak kalah mencoreng citra perbankan adalah kasus penggelapan nasabah bank asing, Citi Bank Indonesia hingga Rp. 17 milair yang melibatkan mantan pegawainya sendiri. Sebelum kasus ini terkuak, bank asing ini telah diterpa kasus penggunaan nasabah kartu kredit yang berujung pada meninggalnya Irzen Octa setelah diinterogasi di kantor Citi Bank Kejahatan perbankan yang sulit berganti,mulai kasus letter of credit (LC) fiktif,pembobolan ATM dan rekening nasabah tentunya aka menggerogoti integritas lembaga perbankan sebagai lembaga intermediasi yang bisa menghadirkan keamanan dan kenyamanan bagi para pemilik modal,

Jika jumlah modal yang digelapkan jumlahnya signifiikan dan menciptakan efek psiologi terhadap terhadap investor lain maka berujung pada resiko sistematika lantaran efek domino yang ditimbulkannya. Tapi jika sebaliknya, maka tidak akaberpengaruh terhadap terhadap perbankan nasional.

Jika dilihat lebih dalam,kejahatan perbankan yang didalangi oleh pihak internal sendiri tidak hanya disebabkan lemahnya moral dan akhlak para pemegang amanah dana masyarakat tersebut yang berujung pada perilaku moral hazard. Sebaik apapun sebuah system, jika tidak didukung dan dioperasikan oleh SDM yang berintegritas kuat maka akan berujung pada penyalahgunaan sistem. Orang dibalik sistemlah yang paling menentukan the man behind the system. Sebagai respon terhadap beberapa kasus moral hazard yang terjadi dilembaga perbankan yang notabene memiliki reputasi operating procedure yang baik,perlu ditekankan pada pembangunan karakter perilaku ekonomi yang berbasiskan nilai-nilai agama yang kuat.

Jika prinsip ajaran ilahiah dan akhlak mulia telah terinternalisasi pada perilaku individu baik dalam aktivitas ekonomi maupun perbankan,akan dengan sendirinya menjadi self control untuk tidak terjerumus pada moral hazard seperti penyalahgunaan amanah dan nasabah.

Perbankan syariah adalah salah satu bentuk konkret nyata,usaha integrasi nilai dan prinsip agama. Sistem yang kuat yang diikuti SDM yang berintegritas yang berbasiskan pada prinsip-prinsip ajaran agama akan menciptakan kondisi perbankan yang minim potensi moral hazard.

Solusi untuk Perusahaan
·         Sebaiknya mencari SDM yang berintegritas kuat maka akan berujung pada penyalahgunaan sistem.
·         perlu ditekankan pada pembangunan karakter perilaku ekonomi yang berbasiskan nilai-nilai agama yang kuat.
·         Berprinsip ilahiah dan akhlak mulia terinternalisasi pada perilaku individu baik dalam aktivitas ekonomi maupun perbankan
.