NAMA : MUKHAMMAD FADKHAN
KELAS : 4EB23
NPM : 24210854
MATERI : CONTOH KASUS LETTER OF CREDIT
LETTER OF CREDIT (L/C)
Sumber Hukum Uniform Customs and Practice for
Documentary Credits-500 (U.C.P.D.C.-500) 1993 Revision
Cara Pembayaran Ekspor-Impor yang paling aman adalah
menggunakan Letter of Credit (L/C).
L/C di sini dimaksudkan menjembatani perdagangan
internasional atau antar negara dimana pembeli dan penjual belum saling
mengenal baik, maka dengan media L/C resiko non payment dapat dialihkan ke bank
yang terkait dalam proses L/C (Issuing bank, negotiating bank, conferming
bank).
L/C yang merupakan singkatan dari Letter of Credit,
kadang disebut juga sebagai Credit
khususnya dalam Uniform Customs and Practice (UCP). Disamping itu Documentary Credit juga
dikenal sebagai istilah yang umumnya dipakai dalam konfirmasi L/C (lembaran
L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank hanya bertanggung jawab
sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas komoditi yang dikapalkan
apakah sesuai degan yang tersurat dalam dokumen. Singkat kata petugas bank tidak
berurusa dengan barang yang dikapalkan.
L/C merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada
pihak Eksportir sepanjang mampu menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat
dan kondisi L/C. Bagi para nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk
penerbitan berbagai jenis L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C
(berjangka), Red Clause L/C (pembayaran di muka), hingga Standby L/C.
Penerbitan L/C dapat dilayani dalam 22 mata uang asing ke berbagai penjuru
dunia di mana Anda bermitra bisnis.
Suatu instrumen (dapat berupa telex, swift, surat)
yang dikeluarkan oleh bank (bank penerbit L/C) atas permintaan nasabahnya
(importir/ buyer/applicant) yang memberikan kuasa kepada penjual (eksportir/
seller/beneficiary) untuk menarik dengan sehelai wesel/draft sejumlah uang jika
telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
instrumen tersebut.
Manfaat bagi nasabah :
·
Nasabah (eksportir) mendapat jaminan
pembayaran atas barang yang mereka ekspor, sedangkan bagi nasabah (importir)
mendapat jaminan penerimaan barang yang mereka impor.
·
Karyawan mempunyai alternatif lain dalam
memanfaatkan dana yang dimiliki.
·
Menghindari korespondensi yang
berkali-kali.
Persyaratan yang harus dipenuhi :
L/C
IMPOR
·
Copy API (Angka Pengenal Importir).
·
SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan.
·
Copy KTP pejabat perusahaan.
·
Copy tanda tangan pejabat yang berwenang
menandatangani dokumen impor.
·
Mengisi & menandatangani Formulir
Syarat-syarat Umum Pembukaan L/C.
·
Mengisi dan menandatangani formulir
Penggunaan Fasilitas L/C Sight/Usance.
·
Membuka rekening di Bank (untuk
memudahkan pemotongan biaya-biaya yang timbul dalam proses L/C Impor).
SKBDN
( Surat Berdokumen Dalam Negeri)
·
SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan.
·
Copy KTP pejabat perusahaan.
·
Copy tanda tangan pejabat yang berwenang
menandatangani dokumen SKBDN.
·
Mengisi & menandatangani Formulir
Syarat-syarat Umum Pembukaan SKBDN.
·
Membuka rekening di Bank.
LC
EKSPOR
·
SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan.
·
Copy KTP pejabat perusahaan.
·
Copy tanda tangan pejabat yang berwenang
menandatangani dokumen ekspor.
·
Mengisi & menandatangani Formulir
Syarat-syarat Umum Pengoperan Wesel Ekspor.
·
Menyerahkan L/C asli untuk negosiasi
(jika L/C tidak melalui Bank Pelaksana Negosasi).
·
Membuka rekening di Bank
Jenis- Jenis L/C
Bermacam-macam L/C yang diketemukan dalam dunia per
L/C-an dimulai dari L/C yang dibatasi negosiasinya (restricted) sampai pada
yang bebas negosiasinya (Freely Negotiable). Namun ada tiga jenis L/C yang
paling lazim dijumpai dalam praktek yaitu dilihat dari saat pembayarannya :
1. Sight
L/C
adalah L/C yang bilamana semua
persyaratan dipenuhi, maka bank negosiasi paling lama dalam 7 hari kerja wajib
melunasi/membayar nominal L/C kepada eksportir.
Dengan demikian, Sight L/C (L/C unjuk) bisa dikategorikan sebagai L/C
yang tunai, pada saat diperlihatkan semua dokumen pengapalan (shipping
Documents) yang lengkap tanpa penyimpangan (Disccrepancies) pada saat itulah
pembayaran akan dilakukan oleh bank kepada eksportir. Oleh karena itu
digolongkan sebagai L/C yang aman (Safety L/C).
2. Usance
L/C
Berbeda dengan Sight L/C, maka
Usance LC dimaksudkan bahwa pembayaran
baru bisa dilunasi jika L/C tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari
tanggal pengapalan / tanggal Bill of Lading, dengan demikian berarti eksportir
memberi kredit kepada importir dimana barang dikirim terlebih dahulu, kemudian
pembayaran dilakukan. Usance L/C dapat dilakukan kalau eksportir sudah percaya
dengan importir.
3. Red
Clause L/C
Jika Usance L/C dibayarkan kemudian
hari oleh importir setelah barang-barang pesanan tiba, sebaliknya Red Clause
L/C adalah terbalik dibanding dengan Usance L/C, yaitu pembayaran dilakukan
oleh bank negosiasi kepada ekspotir sebelum barang dikapalkan. Dengan demikian
importir memberi kredit kepada eksportir. Terlihat adanya Pre-Financing bagi
eksportir.
4. Revolving
L/C.
Bila L/C dengan jumlah US$ 200
sebagai nominal L/C pada saat di buka, namun shipment bisa dilakuikan sampai
liam kali, maka dalam realisasinya, nominal L/C bertambah menjadi US$ 1,000.
Ini diartikan sebagai revolving L/C. Hal ini untuk menghindari biaya pembukuan
L/C yang tinggi.
Sudah barang tentu dengan revolving
L/C pengapalan sebagian (partial shipment) akan diperbolehkan.
5. Transferable
L/C.
Andaikata pada saat L/C ingin
direalisasi, ternyata adanya kesulitan teknis atau kurangnya kapasitas
pruduksi, maka L/C tersebut terbuka kemungkinan dialihkan/ditransfer kepada
pihak lain / beneficiary ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah
beneficiery ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah beneficiary
ke 2.
6. Standby
L/C
Standby L/C adalah jenis L/C yang
berlainan dengan L/C yang berlaku di dunia ekspor impor, karena L/C ini tidak
menyangkut pembayaran ekspor impor, teapi hanya berfungsi sebagai jaminan
bank/Bank Guarantee, yaitu untuk meng-backup bilamana terjadi wan-prestasi dari
benficiary atau pihak yang hutang baik untuk pemborong atau pihak yang
berhutang baik untuk penyelesaian bangunan gedung maupun utang lainnya.
7. Confirmed
L/C
Adalah L/C yang pembayarannya
dijamin oleh dua bank, yakni bank pembuat L/C dan bank penyampai L/C atau bank
negosiasi, artinya L/C ekspor yang diterima oleh bank penyampai L/C tersebut
di-backup / diconfirm kembali / dijamin kembali pembayarannya oleh bank
penerima L/C, dengan demikian apabila terjadi kepailitan atau kerugian atas
bank pembuka L/C, maka bank penyampai itulah yang akan menyelesaikan pembayaran
L/C-nya semua persyaratan L/C dipenuhi.
8. Back
to Back L/C
Sebenarnya L/C jenis ini adalah L/C
yang dibuka berdasarkan L/C yang pertama (master L/C) yang nilai satuan barang
dagangannya lebih tinggi yang diterima oleh Trader/perantara. Maka berdasarkan
L/C tersebut dibukalah L/C yang baru atau L/C yang kedua, yang sering disebut
dengan Back to Back L/C. Ciri khas dari L/C ini dapat dipantau dari pelabuhan
tujuan/negara tujuannya. Bila L/C dibuka dari Singapura, pelabuhan tujuannya di
Colombo.
Hal ini memberi indikasi bahwa
barang tersebut bukanlah untuk kepentingan trader/pembuka L/C di Singapura,
akan tetapi untuk pembeli yang sebenarnya yang berada di luar Singapura,
sehingga dipakai Switch Bill of Lading untuk menghilangkan jejak eksportir di
Indonesia.
9. Irrevocable
L/C
Dilihat dari kemungkinan
dibatalkannya L/C oleh pihak pembuka L/C dan bank pembuka, maka kita mengenal
Irevocable L/C dan Revocable L/C. Yaitu L/C yang tidak dapat dibatalkan dab L/C
yang dapat dibatalkan sepihak. UCP 500 menetapkan bila tidak dicantumkan kepastiannya,
akan dianggap sebagai Irrevocable
CONTOH KASUS LETTER OF CREDIT
1.
PT
Citra Senantiasa Abadi
PT Citra Senantiasa Abadi atau PT
CSA, bergerak dalam bidang usaha industri polypropylene. Teguh Boentoro dan
Anhar Satyawan tercatat sebagai pemilik saham, masing-masing 99% dan 1%.
Sedangkan pengurus PT CSA, Anhar Satyawan sebagai Direktur dan Teguh Boentoro,
Komisaris. Teguh Boentoro, juga berprofesi sebagai Konsultan Pajak pada PB
& Co. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia diketahui PT CSA
memperoleh perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Bank Century.
Seperti modus PT SPI, L/C untuk PT CSA ini dikeluarkan berdasarkan instruksi
Robert Tantular (Pemegang Saham Bank Century), dan Hermanus Hasan Muslim (Dirut
Bank Century). Semuanya didasarkan pada keterangan dari Pimpinan Kantor Pusat
Operasional (KPO) Senayan yaitu Linda Wangsadinata. Fasilitas Letter of Credit
(L/C) No. 0525LC08B yang diberikan kepada PT CSA sebesar US$20 juta.
Jaminannya, atau margin deposit berupa deposito senilai US$2 juta (atau 10%
dari plafon L/C). Fasilitas L/C tersebut digunakan untuk transaksi impor naphta
dari Bunge,S.A, Singapore (Beneficiary) sesuai kontrak (Sales Contract) No. BSA
SG S08-5908-1190. Bank penjaminnya (Negotiating Bank) Dresdner Bank Switzerland
, Singapore , dan bank koresponden, Dresdner Bank Switzerland , Jakarta .
Solusi
Perusahaan
transaksi L/C tidak seharusnya ada
yang mendapatkan perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Bank
century. Dan tidak semestinya ada campur tangan dari pemegang saham bank
century tersebut. Seharusnya ada prosedur komprehensif Khususnya, menyangkut
kemampuan atau kondisi keuangan perusahaan yang dijalankan oleh bank yang
bersangkutan sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan
Kredit Bank. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), juga mencatat
adanya pelanggaran PT CSA terhadap Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman
Pelaksanaan Kredit yang dikeluarkan Bank Century No.20/SK-DIR/Century/IV/2005
tanggal 21 April 2005. Pelanggaran itu, terkait dengan tidak dibuatnya LRKU dan
tidak ada perjanjian kredit beserta pengikatan lainnya yang diperlukan.
2.
Kasus
Perusahaan PT. El Nusa di Bank Mega
Akhir-akhir ini perbankan nasional
kita lagi diterpa berbagai ujian yang mencoreng integritasnya yang jika tidak
diantisipasi cepat akan berakibat pada hilangnya rasa kenyamanan dan keamanan
para pemilik modal. Berita terakhir yang cukup mempengaruhi citra industry
perbankan nasional adalah kasus pembobolan deposito
PT. El Nusa di Bank Mega akibat
kejahatan perbankan ini,El Nus diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp. 111
miliar. Kasus sebelumnya yang tidak kalah mencoreng citra perbankan adalah
kasus penggelapan nasabah bank asing, Citi Bank Indonesia hingga Rp. 17 milair
yang melibatkan mantan pegawainya sendiri. Sebelum kasus ini terkuak, bank
asing ini telah diterpa kasus penggunaan nasabah kartu kredit yang berujung
pada meninggalnya Irzen Octa setelah diinterogasi di kantor Citi Bank Kejahatan
perbankan yang sulit berganti,mulai kasus letter of credit (LC)
fiktif,pembobolan ATM dan rekening nasabah tentunya aka menggerogoti integritas
lembaga perbankan sebagai lembaga intermediasi yang bisa menghadirkan keamanan
dan kenyamanan bagi para pemilik modal,
Jika jumlah modal yang digelapkan
jumlahnya signifiikan dan menciptakan efek psiologi terhadap terhadap investor
lain maka berujung pada resiko sistematika lantaran efek domino yang
ditimbulkannya. Tapi jika sebaliknya, maka tidak akaberpengaruh terhadap
terhadap perbankan nasional.
Jika dilihat lebih dalam,kejahatan
perbankan yang didalangi oleh pihak internal sendiri tidak hanya disebabkan
lemahnya moral dan akhlak para pemegang amanah dana masyarakat tersebut yang
berujung pada perilaku moral hazard. Sebaik apapun sebuah system, jika tidak
didukung dan dioperasikan oleh SDM yang berintegritas kuat maka akan berujung
pada penyalahgunaan sistem. Orang dibalik sistemlah yang paling menentukan the
man behind the system. Sebagai respon terhadap beberapa kasus moral hazard yang
terjadi dilembaga perbankan yang notabene memiliki reputasi operating procedure
yang baik,perlu ditekankan pada pembangunan karakter perilaku ekonomi yang
berbasiskan nilai-nilai agama yang kuat.
Jika prinsip ajaran ilahiah dan
akhlak mulia telah terinternalisasi pada perilaku individu baik dalam aktivitas
ekonomi maupun perbankan,akan dengan sendirinya menjadi self control untuk
tidak terjerumus pada moral hazard seperti penyalahgunaan amanah dan nasabah.
Perbankan syariah adalah salah satu
bentuk konkret nyata,usaha integrasi nilai dan prinsip agama. Sistem yang kuat
yang diikuti SDM yang berintegritas yang berbasiskan pada prinsip-prinsip
ajaran agama akan menciptakan kondisi perbankan yang minim potensi moral
hazard.
Solusi
untuk Perusahaan
·
Sebaiknya mencari SDM yang berintegritas
kuat maka akan berujung pada penyalahgunaan sistem.
·
perlu ditekankan pada pembangunan
karakter perilaku ekonomi yang berbasiskan nilai-nilai agama yang kuat.
·
Berprinsip ilahiah dan akhlak mulia
terinternalisasi pada perilaku individu baik dalam aktivitas ekonomi maupun
perbankan
.